Teknik Penyamaran dalam Klandestin
By Stanislaus Riyanta | July 6, 2015
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan kekuasaan intelijen. Saat itu citra intelijen sangat kuat dengan orang tegap, rambut gondrong, jaket kulit gelap, pistol di pinggang, HT dan tidak lupa Toyota Hardtop sebagai tunggangan. Gambaran ini terus membekas hingga kini sehingga orang dengan ciri-ciri diatas pasti akan langsung dicap sebagai intel.
Apakah sebenarnya seorang petugas intelijen harus seperti ciri-ciri di atas? Sebenarnya tidak. Seorang petugas intelijen justru dituntut untuk terlihat seperti masyarakat biasa. Petugas intelijen yang sudah mengikuti pendidikan intelijen pasti tahu bahwa salah satu pelajaran dasar sebagai seorang petugas intelijen adalah cover (kedok) untuk penyamaran.
Seorang petugas intelijen ketika bertugas harus menggunakan cover, harus menyamar. Tujuan penggunaan cover secara prinsip ada 2 hal utama yaitu supaya dalam bertugas seorang petugas intelijen tidak dicurigai dan bisa diterima oleh target operasi.
Prinsip dasar dalam menentukan cover yang akan digunakan oleh seorang petugas intelijen adalah sebagai berikut :
Cover sebaiknya sesuatu yang benar-benar dijalani sehari-hari, misal seorang petugas intelijen mempunyai kerjaan sambilan sebagai dosen, maka gunakan cover tersebut. Keuntungan menggunakan cover yang sudah sehari-hari dijalani adalah hal ini mudah dilakukan dan sudah dikenal oleh banyak orang, secara otomatis akan ada pembenaran dari banyak pihak bahwa cover tersebut memang benar.
Cover harus konsisten, sebaiknya pada saat bertugas maupun tidak bertugas selalu konsisten menggunakan cover yang sama. Jika cover petugas intelijen berubah-ubah maka akan menimbulkan kecurigaan bagi pihak oposisi. Contohnya jika kita melihat sesorang hari ini menjadi dosen, hari berikutnya menjadi tukang becak, dan setelah itu menjadi germo di lokalisasi tentu kita akan curiga dan justru akan mengusut sebenarnya siapa dan mau apa orang tersebut.
Cover harus dilengkapi dengan dokumen jika memang cover tersebut formal, misal cover menjadi wartawan tentu saja harus dilengkapi dengan kartu pers dan bukti tulisan yang sudah pernah dimuat di media. Cover sebagai buruh tentu saja harus dilengkapi dengan kartu anggota serikat buruh.
Cover tidak hanya status tetapi juga aksi (cover action). Jika petugas intelijen menggunakan cover sebagai guru tentu saja harus mengajar. Cover sebagai tukang becak harus mengayuh becak, jangan pernah terjadi jika petugas intelijen menggunakan cover tukang becak tetapi saat ada penumpang mau menggunakan jasanya tidak mau, ini akan menimbulkan kecurigaan pihak oposisi.
Hal yang harus dihindari dalam pemilihan dan penggunaan cover :
Cover tidak sesuai dengan penampilan, misal cover sebagai pengusaha atau orang kantoran tetapi penampilan kumuh. Cover sebagai seorang buruh tetapi dandanan necis.
Perilaku yang tidak sesuai dengan cover, misal cover sebagai alim ulama tetapi nongkrong di lokalisasi.
Cover formal tanpa dokumen dan aksi, misal cover sebagai wartawan tetapi tidak mempunyai kartu pers dan tidak ada bukti karya di media.
Contoh cover yang sangat mendukung tugas intelijen adalah wartawan, prinsip kerja wartawan sangat mirip dengan petugas intelijen, sama-sama mencari data dan informasi. Bedanya adalah intelijen mencari informasi secara tertutup, wartawan mencari informasi secara terbuka.
Bukan sesuatu yang aneh lagi jika lembaga intelijen merekrut wartawan untuk menjadi petugas intelijen. Hal ini akan memudahkan tugas intelijen karena orang tersebut sudah punyak cover/kedok yaitu sebagai wartawan, dan memang wartawan asli. Petugas intelijen yang mempunyai kedok wartawan, apalagi jika memang benar-benar menjadi wartawan media mainstream dan produktif dalam memuat berita, akan sangat sulit diketahui identitas intelijennya.
Memang akan sangat ideal jika lembaga intelijen melakukan spoting terhadap wartawan-wartawan yang mempunyai jiwa nasionalisme dan patriotisme untuk menjadi agen intelijen. Tidak perlu melatih cover, orang tersbeut sudah punya cover dan sudah ahli menggali informasi, dan tentu saja tidak dicurigai karena sebelumnya sudah dikenal sebagai wartawan.
Masalah akan menjadi beda jika seorang petugas intelijen, apalagi yang basiknya militer, dilatih teknik jurnaslistik untuk kedok wartawan. Tubuh tegap dan bicara patah-patahnya akan mudah dicurigai, dan tentu saja kemunculan wartawan baru dengan body ala aparat akan menarik perhatian.
Intelijen dan wartawan sama-sama mempunyai tugas mencari informasi, dengan teknik dan tujuan yang berbeda. Kesimpulannya intelijen dan wartawan harus bekerja sesuai dengan kaidah etika profesi dan mentaati undang-undang supaya informasi-informasi tersebut dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara tanpa merugikan pihak tertentu
Jika memang tertarik dalam dunia intelijen maka siapkanlah cover, termasuk dokumen pendukung dan aksinya.Cover adalah senjata utama seorang petugas intelijen, bukan pistol, bukan HT.
Cover dan Senjata
Beberapa kali terdengar kisah seseorang melakukan intimidasi kepada orang lain dengan mengatakan dirinya sebagai intel dan tentu saja sambil memamerkan senjata api. Orang awan yang diintimidasi tentu saja akan ketakutan apalagi jika orang tersebut mempunyai catatan kriminal atau sudah pernah melakukan tindakan yang dianggap “melawan nagara”.
Jika kita lebih jeli sebenarnya hal tersebut justru menunjukkan kegagalan seorang petugas intelijen. Seorang petugas intelijen tentu sudah pernah mengikuti pendidikan intelijen dan salah satu prinsip dasar intelijen adalah penggunaan cover (kedok) dalam bertugas. Jadi seorang petugas intelijen tidak boleh mengatakan dirinya intel, apalagi menunjukkan senjatanya. Kegagalan paling fatal seorang petugas intelijen adalah ketika dirinya mengaku intel kepada oposisi.
Intelijen adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kecerdasan, metode intelijen dilakukan justru karena menghindari metode operasi secara terbuka. Ada pilihan ketika metode intelijen dilakukan dan metode operasi secara terbuka dilakukan dan tentu saja pilihan penggunaan metode ini sudah melalui kajian yang matang.
Salah satu keuntungan menggunakan metode intelijen adalah memperoleh informasi dari sumbernya langsung tanpa sumber tersebut sadar bahwa sedang digali informasinya. Informasi yang diberikan oleh sumber secara bebas tentu nilainya lebih akurat daripada yang diberikan oleh sumber dalam keadaan tertekan.
Untuk membuat sumber memberikan informasi secara terbuka maka perlu pendekatan-pendekatan, salah satunya adalah dengan pendekatan yang humanis bukan dengan pendekatan kekuasaan.
Sudah bukan jamannya lagi mencari informasi dengan kekerasan, dengan menunjukkan senjata, selain melanggar HAM hal tersebut juga melanggar kaidah-kaidah intelijen.
Cover dan Wanita
Suatu operasi intelijen tidak semata hanya milik kaum pria. Dalam situasi tertentu justru operasi intelijen akan lebih lancar jika melibatkan kaum perempuan. Melibatkan kaum perempuan dalam dunia intelijen diyakini sudah terjadi terjadi sejak waktu yang sangat lama, bahkan dalam cerita klasik Samson dan Delilah hal itu sudah terjadi. Delilah berusaha memikat Samson dan mencari titik lemahnya. Delilah berhasil menemukan titik lemah Samson, yaitu rambut. Akhirnya Samson dapat ditaklukan.
Indonesia sudah melibatkan kaum perempuan dalam masa sebelum kemerdekaan. Soekarno, yang pernah menjadi Presiden RI menjelaskan secara detail peran perempuan. Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, edisi revisi tahun 2007 pada halaman 100 disebutkan sebagai berikut :
“Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia. Aku telah membuktikan di Bandung, Dalam keanggotaan PNI di Bandung terdapat 670 orang yang berprofesi demikian dan mereka adalah anggota yang paling setia dan patuh. Kalau menghendaki mata-mata yang hebat, berilah aku seorang pelacur yang baik. Mereka sangat baik dalam tugasnya.
Kau tak dapat membayangkan betapa banyak manfaat yang bisa dilakukan oleh perempuan ini. Pertama, aku dapat menyuruh mereka menggoda polisi Belanda. Apakah ada cara yang lebih baik agar seseorang melalaikan tugasnya selain dengan membuatnya terlibat dalam permainan cinta yang penuh nafsu? Bila aku memerlukan suatu informasi, aku sampaikan kepada anggota pasukanku itu, sambil menunjuk seorang polisi tak jauh dari situ, “Aku perlu rahasia apa saja yang bisa kau peroleh dari dia. Buka lebar-lebar kupingmu.”
Dan betul-betul dia memperolehnya. Polisi-polisi yang tolol ini tidak pernah mengetahui, dari mana datangnya informasi yang kami peroleh. Tak satupun laki-laki anggota partai yang terhormat dan sopan itu dapat nengerjakan tugas ini untukku!”
Pada masa perang, banyak negara sudah melibatkan perempuan dalam dunia intelijen, tentu tidak hanya sebagai agen intelijen tetapi juga sebagai analis. Perempuan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh kaum pria, kaum perempuan lebih tahan dalam kondisi kritis, selain itu kaum perempuan lebih baik dalam menyembunyikan senjata lebih baik (dalam bra), mampu menaklukkan hati kaum pria, tidak mudah dicurigai, dan mudah melakukan penyamaran. Di sisi lain kelemahan kaum perempuan adalah lebih gampang menggunakan perasaan daripada logika.
Saat ini CIA juga sudah banyak melibatkan perempuan dalam tugas intelijen, baik lapangan dan analis. Bangsa Indonesia juga sudah memberikan kesempatan kepada perempuan untuk terlibat dalam dunia intelijen. Sudah banyak perempuan sebagai siswi di Sekolah Tinggi Intelijen Negara yang lulusannya menjadi anggota BIN. Di kepolisian juga sudah banyak perempuan masuk dalam direktorat Intelijen dan Keamanan.
Dunia intelijen bukan hanya milik kaum pria, dunia intelijen juga bisa melibatkan perempuan, tidak semata hanya untuk menarik perhatian pria melalui kecantikannya tetapi terbukti kaum perempuan juga bisa menjadi pelaku intelijen dengan baik.
Contoh Kegagalan Penyamaran
Merujuk pada kasus pembunuhan Munir, dengan diprosesnya petinggi BIN di pengadilan secara tidak langsung menunjukkan bahwa kasus pembunuhan Munir melibatkan organisasi intelijen BIN. Kasus Munir masih diperdebatkan dan dianggap belum selesai oleh beberapa kalangan karena dianggap aktor utamanya belum terungkap.
Berkaitan dengan teknik penyamaran terutama pada penggunaan kedok (cover), banyak masyarakat menduga bahwa Pollycarpus sebagai Pilot Garuda hanyalah cover anggota BIN. Walaupun fakta Polycarpus benar-benar bekerja sebagai pilot senior, tetapi hasil penyelidikan dan fakta persidangan yang membuktikan bahwa Pollycarpus terlibat tidak bisa mematahkan anggapan masyarakat bahwa Pollycarpus adalah anggota BIN yang menyamar sebagai Pilot Garuda.
Operasi intelijen sering kali memang membawa konsekuensi yang yang sangat berat. Petugas intelijen diharapkan dapat menggunakan teknik-teknik klandestin dengan baik, terlatih, dan cermat supaya kegagalan-kegagalan operasi intelijen dapat dicegah.
Sumber : jurnalintelijen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar